1
VISI BERBANGSA DAN BERNEGARA
DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI
Visi berbangsa dan bernegara – 19
Dinamika pemilihan umum dan
arah kekuatan kepartaian – 22
Perekonomian nasional menurut
pasal 33 – 24
Kebutuhan konsepsi ekonomi
pasal 33 –29
Visi untuk berubah – 31
VISI BERBANGSA
DAN BERNEGARA
Perekonomian nasional menurut pasal 33
adalah kehendak politik yang telah menjadi pilihan bagi Indonesia. Teori ekonomi politik membahas arah dan
kebijakan makro ekonomi sebagai pilihan publik yang dibuat dalam dinamika
kehidupan politik. Suka atau tidak suka
dalam kenyataannya sangat tergantung pada dinamika politik. Boleh jadi
kebijakan dan tindakan politik tidak
mendekati atau bahkan menjauh dari tujuan berbangsa dan bernegara.
Harapan yang sesuai dengan undang-undang dasar menjadi alat
berkampanye setiap partai politik menghadapi pemilihan umum sebagaimana terjadi
di negara manapun di dunia ini. Dukungan warga negara / rakyat diberikan kepada
kelompok atau partai tertentu dalam pemilihan umum dengan harapan terjadinya
perubahan yang akan mengarah pada tujuan hakiki berbangsa dan bernegara. Akan
tetapi kitapun melihat fakta bahwa kelompok atau partai politik pemenang
pemilihan umum menghadapi masalah pada berbagai bidang dan pressure groups yang
merepresentasikan kepentingan rakyat banyak yang hidup subur dalam celah
kesenjangan antara rakyat jelata dengan elite partai baik yang duduk di
legislatif dan eksekutif maupun yang berada diluar lingkaran itu. Sebagian
pressure groups menjelma menjadi badan-badan independent.
Hidup berbangsa
adalah kesepakatan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dipandu struktur
nilai dan etika dalam kebersamaan. Sedangkan hidup bernegara adalah tatanan
keteraturan hukum yang mendorong dan menjamin hak dan kewajiban dasar warga
negara dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Dalam
pelaksanaannya, baik dan buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara tergantung
pada unsur-unsur berikut :
Visi berbangsa dan bernegara akan memberikan
keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dipandu oleh struktur
nilai, dan etika menjadi good governance
dalam hidup bernegara. Ia berdimensi pula bagaimana menjunjung kearifan lokal
dalam kehidupan berbangsa untuk menye-laraskan kepada hukum positif.
Kepemimpinan nasional yang kuat menunjukkan program
dan strategi budaya akan menjadi kunci penting dalam implementasi dan
percepatan tindakan mencapai tujuan menjadi negara-bangsa untuk memperoleh
kekuatan dalam dinamika kehidupan ekonomi, sosial dan politik.
Kearifan lokal menjadi seni kepemimpinan dalam
mengarah-kan seluruh kekuatan mencapai tujuan dengan keragaman solusi karena
adanya perbedaan pada kemampuan dan etnik dengan nilai-nilai dianutnya yang
berhadapan dengan dinamika kelembagaan dalam kehidupan negara-bangsa. Budaya
birokrasi yang mencerminkan kepatuhan terhadap peraturan tanpa mengorbankan
tujuan menjadi kedisiplinan harus tercipta dari praktek kepemimpinan nasional yang kuat.
Dinamika politik dalam kehidupan berbangsa menjadi
pemicu dari perubahan kearah kehidupan ekonomi yang lebih baik dengan
pertumbuhan distribusi pendapatan yang lebih merata dari hidup saling
menghargai di dalam negeri dan dihormati
dalam pergaulan internasional.
Hukum sebagai social engineering berada dimuka
untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Penegakkan hukum yang
selaras dengan hukum agama dan hukum adat akan memberikan rasa keadilan yang dapat
meredam konflik horizontal dan vertikal.
Pilihan publik
yang mungkin tersedia pada setiap negara tentu akan berbeda. Pilihan publik
yang diambil akan mencerminkan bagaimana kedewasaan kehidupan berpolitik warga
negara dan politisinya dalam menetapkan pilihan pembangunan ekonomi.
Pilihan publik apapun yang diambil ia harus melewati ‘pintu
kevakuman dilematis dalam mekanisme kehidupan politik bagi suatu negara
yang sedang dalam pertumbuhan hidup ber-demokrasi. Jika tiga jenis kekuasaan
menjadi format pembentuk pertimbangan telah terbentuk dan pendekatan yang
dianggap cocok telah ditetapkan untuk memecahkan kebekuan dilematis, maka
pembuatan putusan publik berdasarkan tahapan prak-tikalnya dapat dilakukan. Gambar berikut menunjukan kompleksitas
masalah yang dihadapi. Putusan politik dapat dilakukan, jika memang ingin
menjalankan pertumbuhan ekonomi yang sepantasnya.
Gambar 1: KEVAKUMAN DILEMATIS DALAM MEKANISME KEHIDUPAN POLITIK
|
|
|
|
|
KEVAKUMAN
DILEMATIS
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
||
Visi dan Misi berbangsa dan bernegara
telah ditetapkan dalam UUD’45
|
|
|
|
|
Mekanisme
Kehidupan Politik
|
|
||
|
|
|
|
Kaderisasi int.
Partai
|
|
|||
|
|
|
|
Kepemimpinan Nasional
|
|
|||
|
|
|
|
Budaya Berbangsa
dan Bernegara
|
|
|||
|
|
|
|
Kedaerahan dan
Keterwakilan
|
|
|||
|
|
|
|
Pembagian tugas
& Hub. Kelembagaan
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
Implementasi
Hukum
|
|
|
HARAPAN
|
|
Pilihan Publik
|
|
PEMILU
|
Penyelarasan
hukum materialistik – Agama – Adat
|
|
||
|
|
|
|
|
Penegakkan dan
Kepastian Hukum
|
Tujuan hidup berbangsa dan bernegara
|
||
|
|
Arah Kebijakan
|
|
|
Perlindungan
Hukum dan Rasa aman Warga Negara
|
|||
|
|
|
|
|
Implementasi
Ekonomi
|
|||
|
|
|
|
|
Kerangka Dasar
|
|||
|
|
|
|
|
Struktur Ekonomi
|
|||
|
|
|
|
|
Cara Kerja
|
|
||
|
|
|
|
|
Pendidikan
– Budaya - Agama
|
Mukadimah dan
pasal 27-33-34 UUD’45
|
||
|
|
|
|
|
Ketertinggalan
Pengetahuan
|
|||
|
|
|
|
|
Lifeskill
|
|||
|
|
|
|
|
Etika dan
Governance
|
|||
|
|
|
|
|
Kesadaran hidup
seimbang
|
|||
|
|
|
|
|
Keutuhan
Wilayah Negara
|
|||
|
|
|
|
|
Pertahanan -
Keamanan
|
|
||
DINAMIKA
PEMILU DAN ARAH KEKUATAN KEPARTAIAN
Walaupun
visi berbangsa dan bernegara telah ditetapkan dalam konstitusi oleh para
pendiri negara ini, tetapi dinamika politik sangat menentukan bagaimana harapan
dan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara berjalan.
Perjalanan kehidupan politik sejak tahun 1945
hingga sekarang, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Periode 1945-59-65 Didominasi oleh implementasi idiologi politik.
Kehidupan politik dimasa 1950-1959 berjalan dengan multipartai berakhir dengan
dekrit presiden untuk kembali ke undang-undang dasar. Kemudian berlanjut dengan
politik nasakom dan akhirnya tumbang dengan turunnya Soekarno dari jabatan kepresidenan.
Periode 1972- 97 Diawali dengan pemulihan kehidupan politik
pada masa 1966-1971. Pinjaman dari lembaga internasional yang mulai masuk pada
tahun 1970 memberikan perbaikan kehidupan ekonomi bagi rakyat. Jumlah partai disederhanakan hanya menjadi 3, tetapi
pada periode ini tumbuh perasaan bahwa hak politik dikebiri, krisis moneter
yang menghinggapi Indonesia 1997-1998 memicu kejatuhan Soeharto dan berujung
pada agenda reformasi.
Periode 1998-2008 Dinamika reformasi, ditandai oleh krisis
moneter yang menjadi krisis multi dimensi. Proses demokratisasi diagendakan,
kekua-saan eksekutif dengan kabinet presidensial bergerak menjadi kabinet kuasi
parlementer yang diwarnai dengan dinamika politik multi-partai. Pemilu legislatif 2009 dengan pemilihan
langsung dengan jumlah 44 partai melemahkan konsolidasi kekuatan politik.
Senyampang pemilu legislatif belum usai, terjadi arus
besar pembiaran – istilah editorial Media Indonesia – para elit
politik partai sibuk mengemudikan kemana arah kekuatan kepartaian berjalan
hanya untuk
satu arah koalisi, dengan alasan agar kendala dalam hubungan kelembagaan antara
pemerintah dan parlemen dapat mendorong meknisme kerja yang lebih. Dalam proses koalisi untuk
menyongsong pemilu presiden, banyak kejadian yang memancing pendapat rakyat
banyak bahwa elit politik hanya haus dengan kekuasaan dan tidak peduli dengan
kesulitan rakyat yang kesemua itu disampaikan dengan jargon demi kepentingan
bangsa dan negara.
Dalam
keadaan demikian sangat sering ditunjukkan terjadinya pendangkalan atas
pemahaman persoalan bangsa dan negara.
Tidak terlihat adanya program yang jelas bagaimana berbagai masalah yang
dihadapi akan diselesaikan. Para politisi
menyampaikan segala aspirasi, dan rakyat menanyakan dengan segala aspirasi,
tidak terlihat ada suatu konsep dengan program yang akan dijalankan ditengah-tengah
krisis ekonomi dunia sekarang ini.
Selama
lebih dari 10 tahun, reformasi berjalan lambat dibandingkan dengan harapan. Konsensus
politik akan menjadi faktor penting yang akan membawa perubahan yang dibutuhkan
bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Sementara itu, secara kelembagaan
sedang terjadi transisi pada kekuasaan eksekutif; legistatif dan yudikatif
berhadapan dengan tantangan perpecahan di tubuh parlemen dan kepartaian. Memandang
keadaan ini dengan harap-harap cemas, nampaknya perubahan bagi masa depan
sangat sulit untuk dirumuskan.
PEREKONOMIAN
NASIONAL MENURUT PASAL 33
Rancang-bangun
seperti kerangka dasar; struktur ekonomi dan cara kerja yang bagaimana yang
dimaksud dalam pasal 33 masih menimbulkan pertanyaan besar ditengah-tengah
teori ekonomi sedang menghadapi ujian berat. Ekonomi kapitalis yang sedang mengalami
kejatuhan pada industri keuangan. Sedang ekonomi komunis tumbang karena terjebak
pada produksi dan distribusi massal semata. Sementara itu ekonomi kerakyatan
atau ekonomi syariat belum terakumulasi menjadi teori yang utuh untuk
diimplementasikan.1
Perekonomian
nasional menurut pasal 33 undang-undang dasar ’45 belum dapat dilaksanakan karena
belum ada rujukan untuk digunakan sehingga tidak jelas ditingkat praktikal.
Bahkan Soekarno sendiri hanya mengatakan pokoknya anti kapitalisme dan anti
komunisme.2
Perjalanan ekonomi pada periode 1945-59-65
secara umum tidak terbangun. Pada masa ini terjadi 2 kali sanering, pertama
pada awal tahun 1950an, kemudian pada tahun 1965 nilai uang Rp 1.000,00 dipotong
menjadi Rp 1,00. Pada periode 1972-1997 pembangunan ekonomi dijalankan yang ditopang
pinjaman lunak mulai masuk pada tahun 1970 memberikan perbaikan kehidupan
ekonomi bagi rakyat. Deregulasi sektor riil pada tahun 1982 dilanjut dengan
deregulasi perbankan tahun 1987. Deregulasi perbankan yang terlalu longgar meng-hembuskan
era konglomerasi, akhirnya menjadi penyebab krisis moneter yang berujung pada
agenda reformasi. Sejak tahun 1998 hingga sekarang terjadi dinamika reformasi
yang ditandai oleh krisis moneter yang menjadi krisis multi dimensi. Segala
sesuatu didemokratisasi akhirnya kebanyakan sektor diliberalisasi.
Walaupun seluruh
peraturan perundangan mengacu pada pasal 33, tetapi dalam praktiknya, hingga
kini kita tidak dapat menemukan rancang-bangun seperti kerangka dasar; struktur ekonomi dan cara kerja ekonomi
yang khas menurut pasal 33. Lebih lanjut, dapat dikatakan karena tidak ada
demarkasi yang jelas. Reformasi
hingga kini tidak mampu menjawab kondisi kemiskinan yang sudah menjadi
kultural. Jadi harus ada perubahan radikal sampai menyentuh perilaku hidup
keseharian.3 Obama menggunakan istilah balanced economy untuk
pemulihan economy negaranya. Sebenarnya tujuan ekonomi dan tujuan pembentukan
negara bersifat universal yaitu kesejahteraan manusia. Kita tidak akan
pernah menemukan yang berbeda dengan tujuan universal itu di negara manapun di
dunia ini.4
Sebagaimana dimaklumi
bahwa pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bermuatan tujuan kehidupan ekonomi yang
harus dibangun berlandaskan pada asas kekeluargaan. Pasal 33 menginginkan keberpihakan kepada
rakyat banyak, namun untuk melaksanakannya membutuhkan :
·
cara kerja yang tidak sederhana di tengah-tengah kehidupan ekonomi dunia yang berpuluh-puluh
abad dibangun dengan kekuatan-kekuatan hukum pasar;
·
political
will yang kuat agar negara dapat memiliki kebijakan ekonomi dengan kerangka
dasar dan struktur ekonomi yang ingin dicapai dalam jangka panjang.
Untuk membuat rancang-bangun
ekonomi Indonesia menurut tujuan pada pasal 33, diperlukan pemahaman dan
pendalaman tersendiri karena pasal tersebut bersifat umum dan mengandung
pengertian yang luas5. Selama tahun 2001
hingga 2003, pembahasan draft amandemen pasal 33 yang sangat panjang menghasilkan
kesepakatan untuk mengubah tatanan ekonomi orde baru. Lalu kita bisa melihat
apakah amandemen pasal 33 itu sudah memuaskan?6 Pelaksanaan konsep ekonomi kerakyatan
harus melihat kondisi yang berkembang di masyarakat.7 Untuk dapat
diterapkan dibutuhkan konsensus untuk merumuskan dan mendefinisikannya.
Tatanan kehidupan ekonomi harus diatur secara kelembagaan
(konstitusional) yang memenuhi ketujuh prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 4
dengan pengaturan yang ditetapkan dalam undang-undang. Apakah Indonesia mempunyai
undang-undang ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 pasal 33 diatas? Harus
ada telaah yang terkandung dalam pasal
33 dengan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan implementasi
ekonomi pasal 33.8 Namun hal ini berhadapan dengan kenyataan bahwa hukum
Indonesia adalah warisan kolonial yang mendukung elit-elit pribumi. Belanda
menggunakan timur asing atau China sebagai pelaku ekonomi dan sekarang
diteruskan. Jika pasal 33 ingin dilaksanakan maka harus ada penyelarasan hukum yang belum diubah, tapi persoalannya
adalah kita tidak biasa membaca sejarah dan tidak mempunyai visi masa depan.9
Rancang-bangun
ekonomi negara yang diinginkan sebagai pilihan telah diambil oleh pembuat
undang-undang dasar. Pemahaman yang mendalam baik secara teoritis;
operasional maupun kelembagaan dibutuhkan
untuk dijadikan pranata hukum yang menjadi dasar dan jaminan bahwa tujuan
filosofis berupa kesejahteraan manusia dapat diwujudkan dan ditingkatkan dari
waktu ke waktu. Sementara itu kita menyadari bahwa sepanjang sejarah ekonomi,
tujuan itu tetap saja menjadi tantangan setiap negara di dunia sepanjang jaman.
Ekonomi Indonesia pada abad 21 akan menghadapi tantangan yang cukup
berat yang disebabkan oleh:
Ketergantungan ekonomi pada pasar global seperti
pengaruh fluktuasi harga minyak bumi dan pengaruh rejim devisa bebas dengan
besarnya tekanan pada cadangan devisa dan Rupiah dari sektor jasa-jasa dalam
perdagangan luar negeri;
Kerusakan lingkungan yang parah akibat
pembalakan hutan, kelemahan dalam mengendalikan tata ruang; pertumbuhan
rumah-rumah kaca dan transportasi; pengurangan lahan pertanian serta menurunnya
minat masyarakat (generasi muda) untuk
bertani akibat margin yang rendah dan tidak menjadi portfolio investasi yang
kredibel.
Disamping itu,
situasi cenderung menjadi faktor peng-hambat pertumbuhan ekonomi karena:
Kesenjangan praktik pendidikan, budaya dan agama
serta tidak diarahkan untuk membangun generasi yang memiliki lifeskill dengan
budaya kerja berakhlaq agama;
Tidak ada penyelarasan antar peraturan
perundang-undangan yang hampir keseluruhannya bersifat lexspesialis dan tidak
ada penyelarasan hukum materialistik - adat – agama; serta
Kehidupan politik tidak melahirkan kepemimpinan
nasional yang kuat yang diperlukan dalam membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam perspektif ekonomi, visi-misi
berbangsa dan bernegara sekarang ini adalah memecahkan persoalan dua unsur
kerawanan sosial berikut :
Keberhasilan mengelola transisi demokrasi untuk
menghasilkan kekuatan sebagai landasan dasar kehendak politik menuju perubahan
yang lebih baik dalam suasana yang sangat dinamis, yang berhadapan dengan:
Penurunana kemampuan bertahan pada sektor riil
dan Kondisi sosial ekonomi dimana sekitar 43 juta usia aktif berada pada
unemployment dan underemployment yang mencapai 40% angkatan kerja dengan 38,6
juta berada dibawah garis kemiskinan.
Tabel 1 : SOCIAL INDICATORS
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
Population, million
|
215
|
218
|
220
|
223
|
227
|
230
|
Labour force, million
|
103
|
105
|
105
|
106
|
109
|
Na
|
Unemployment rate, %
|
9,7
|
9,9
|
11,2
|
10,3
|
9,1
|
9,4
|
Unemployment + underemployment rate, %
|
22
|
23
|
24
|
37
|
40
|
Na
|
Population under poverty line, %
|
17
|
17
|
16
|
18
|
17
|
Na
|
Sumber: StanChart bank, Indonesia – growth deceleration, 26 nov 2008
Dalam suasana
ekonomi Indonesia seperti itu, bagi orang-orang yang memiliki kesadaran mencoba
menilik kembali semua kejadian yang berhubungan dengan persoalan idiologi
ekonomi negara setelah kejatuhan etatisme Uni Sovyet dan kejatuhan pasar
keuangan Amerika yang menjadi jantungnya ekonomi kapitalisme. Lalu melihat adakah kemungkinan pasal
33 menjawab krisis. Karena dalam
kenyataannya - paling tidak selama hampir 40 tahun sejak jatuhnya Soekarno
dari kepresidenan - perekonomian nasional dibangun diatas konsepsi ekonomi
konvensional (kapitalis).
Persoalan bagaimana
menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan ekonomi
bagi rakyat banyak yang diciptakan oleh ketimpangan-ketimpangan pertumbuhan
ekonomi seperti persoalan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan sumber daya
alam; penguasaan cabang produksi, harapan dan kenyataan demokrasi ekonomi yang dituangkan dalam ayat 4
pasal 33 masih merupakan jalan
panjang.
Bagaimana masalah akan disiasati dalam
segala macam keterbatasan? Dibutuhkan kesadaran menjadi kecerdasan. Ada
gagasan dan langkah nyata yang dapat dikembangkan. Ada dua cara untuk
melaksanakannya, yaitu:
Melalui kebijakan ekonomi. Pertanyaannya adalah:
mungkinkah Indonesia mempunyai kepemimpinan nasional yang kuat untuk mendobrak
kebekuan dilematis hidup berbangsa dan bernegara
Melalui kolaborasi massal dengan menyatukan
semua kekuatan yang ada di grassroot, namun hasilnya tidak akan signifikan
untuk memecahkan masalah ekonomi negara. Kesemuanya itu terserah kepada kita.
Mungkinkah pasal 33 menjawab krisis.
KEBUTUHAN KONSEPSI EKONOMI PASAL 33
Kebijakan
ekonomi Negara dibuat berdasarkan pilihan-pilihan. Konsepsi yang dikembangkan
dilandasi pada kondisi sumber daya ekonomi yang ada, sedangkan pengalaman
ekonomi negara-negara lain dapat dijadikan komparasi dan rujukan.
Ekonomi liberal ala Amerika Serikat menjadi perhatian dan rujukan di seluruh
dunia. Namun dengan krisis industri perbankannya, sekarang ini terjadi hujatan
terhadap ekonomi kapitalis setelah terjadinya krisis industri perbankan yang
berakibat krisis global. Pada sisi lain,
walaupun negara-negara Amerika Latin memberikan gambaran pemulihan ekonomi yang
cukup bagus, tapi belum menunjukan sistemnya
yang dapat dijadikan alternatif lain, mengingat belum teruji dalam waktu yang
cukup lama. Sementara itu, Eropa timur dan China diam-diam mengadopsi ekonomi
liberal.10 Perusahaan-perusahaan di China banyak juga
dimiliki orang-orang Taiwan, Jepang, Korea, Amerika dan Eropa, jadi di negara
yang dianggap komunispun telah terjadi liberalisasi. Dan sejak tahun 1995
produk China mulai membanjiri pasar dunia.11 Oleh karena itu, dalam merumuskan ekonomi kerakyatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 harus ada paradigma baru untuk menjawab
perubahan geopolitik yang mempengaruhi tata ekonomi dunia yang tidak terjebak
pada dogmatisme sempit karena dunia semakin global dan yang dilihat adalah
tingkat akseptabilitas di pasar global, karena ekonomi
Indonesia tidak bisa lepas dari kepentingan global atau perdagangan
internasional. 12
Dalam rancang-bangun
ekonomi menurut pasal 33 perlu ditentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap
tahap-tahap implementasi. Di Negara-negara Eropa ada optimalisasi pajak untuk
social security13. Contoh ‘wellfair-state’ bisa dijadikan
referensi dalam kerangka kesejahteraan rakyat dengan social security system,
kemudian setelah implementasi social security yang cukup panjang kemudian
berlanjut menjadi social insurance seperti yang terjadi di Inggris.14
Sebagaimana
dalam undang-undang dasar setiap negara, bagi ilmu ekonomi apapun tujuannya
selalu bersifat universal yaitu kesejahteraan rakyat umat manusia. Persaingan
idiology saat ini sudah tidak relevan lagi.15 Mengapa? Karena apa
yang dipandang sebagai idiologi ekonomi yang pada masa 1940an hingga tahun 2009
membuktikan hanyalah sebagai pilihan
kebijakan ekonomi, setelah ekonomi komunal jatuh ditandai rubahnya tembok
Berlin di tahun 1980 an dan ekonomi kapitalis rubuh dengan jatuhnya industri
keuangan Amerika Serikat diakhir 2008. Sementara itu ekonomi kerakyatan dan
ekonomi syariat masih menghadapi jalan panjang untuk merumuskan sebagai teori
yang utuh untuk dapat diimplementasikan.
Melihat
kembali perjalanan Indonesia
selama 64 tahun, dalam praktiknya, pengelolaan sumber daya ekonomi dan faktor
pendorong pertumbuhan tidak berjalan sebagaimana dikehendaki, karena
faktanya:
Tidak ada integrasi antar industri;
Membuka liberalisasi hanya mengejar pertumbuhan;
Liberalisasi tanpa rencana pertumbuhan ekonomi,
sekarang dipertanyakan oleh banyak orang, bagi siapa liberlisasi itu?
Industri pertanian dan hasil laut dipandang
hanya memiliki nilai keekonomian rendah. Kebijakan subsidi dimanapun tidak
menyelesaikan masalah bagi banyak petani.
Eksploitasi sumber daya alam tidak dikuasai oleh
kemam-puan dalam negeri;
Pemerintah tidak secara sungguh-sungguh
melakukan pemulihan kerusakan hutan dan eko sistem/ konservasi;
Konflik pengelolaan kepemilikan dan penguasaan
sumber daya alam berlandaskan pada peraturan dan perundangan masing-masing
sektor yang bersifat lexspesialis menjadi persoalan pelik diselesaikan;
Perekonomian belum disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bentuk usaha koperasi yang dipandang cocok, tidak berkembang menjadi soko guru
ekonomi; ia terlalu sentralistik, statik dan miskin konsep pengelolaan
pengembangan usaha.
Visi berbangsa dan bernegara sesungguhnya haruslah menggambarkan
cara yang akan ditempuh mencapai keinginan untuk memiliki rancang-bangun ekonomi negara tertuang dalam undang-undang dasar
1945. Yang dibutuhkan adalah konsepsi dengan program yang jelas yang harus
dijalankan dengan konsisten oleh penguasa ‘antar-waktu’ hasil pemilu.
VISI UNTUK
BERUBAH
Banyak politisi
berkata bahwa mereka punya visi. Ini kata-kata manis, cocok untuk kutipan
menarik pada berita sore dan dapat mensejajarkan mereka dengan orang-orang
seperti Martin Luther King. Tetapi, nyatanya visi mereka sering hanya hiasan
verbal dan sesumbar semantik
belaka. Visi membutuhkan keberanian, karena semua elemen perangkat yang menjadi
bagian dari sistem politik dan ekonomi harus dilihat dari cara pandang baru dan
mungkin menjadi sasaran beberapa pertanyaan berat.16
Untuk berubah dan maju, harus ada
visi yang dinyatakan di semua tingkat, tingkat strategi dan kebijakan
pemerintah, tentang bagaimana menangani rakyat dan pemerintah lain. Siapapun
yang dibebani tugas pelaksanaan visi tidak boleh mempunyai rahasia apapun.
Harus terbuka dan transparan. Harus mengajar semua segmen masyarakat tentang
apa yang bisa dan mereka harus merealisasikan visi menjadi kenyataan dan
mengapa mereka harus melakukannya. 17
Visi tidak boleh hanya berupa
kumpulan kata-kata dan aspirasi. Visi harus berisi tujuan-tujuan praktis dan
jelas serta bisa dicapai. Hanya dengan komitmen jangka panjang visi akan
berhasil. Maka visioner pemerintah dibutuhkan, yaitu pendekatan yang bisa
melihat jauh kedepan, yang lebih jauh dari sekedar putaran pimilihan
berikutnya. 18
--------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar