Sabtu, 05 April 2014

1. VISI BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI




1            VISI BERBANGSA DAN BERNEGARA
           DALAM PERSPEKTIF EKONOMI


Visi berbangsa dan bernegara  – 19
Dinamika pemilihan umum dan arah kekuatan kepartaian  – 22
Perekonomian nasional menurut pasal 33  – 24
Kebutuhan konsepsi ekonomi pasal 33  –29
Visi untuk berubah  – 31

VISI BERBANGSA DAN BERNEGARA
Perekonomian nasional menurut pasal 33 adalah kehendak politik yang telah menjadi pilihan bagi Indonesia.  Teori ekonomi politik membahas arah dan kebijakan makro ekonomi sebagai pilihan publik yang dibuat dalam dinamika kehidupan politik.  Suka atau tidak suka dalam kenyataannya sangat tergantung pada dinamika politik. Boleh jadi kebijakan dan  tindakan politik tidak mendekati atau bahkan menjauh dari tujuan berbangsa dan bernegara.
Harapan yang sesuai dengan undang-undang dasar menjadi alat berkampanye setiap partai politik menghadapi pemilihan umum sebagaimana terjadi di negara manapun di dunia ini. Dukungan warga negara / rakyat diberikan kepada kelompok atau partai tertentu dalam pemilihan umum dengan harapan terjadinya perubahan yang akan mengarah pada tujuan hakiki berbangsa dan bernegara. Akan tetapi kitapun melihat fakta bahwa kelompok atau partai politik pemenang pemilihan umum menghadapi masalah pada berbagai bidang dan pressure groups yang merepresentasikan kepentingan rakyat banyak yang hidup subur dalam celah kesenjangan antara rakyat jelata dengan elite partai baik yang duduk di legislatif dan eksekutif maupun yang berada diluar lingkaran itu. Sebagian pressure groups menjelma menjadi badan-badan independent.
Hidup berbangsa adalah kesepakatan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dipandu struktur nilai dan etika dalam kebersamaan. Sedangkan hidup bernegara adalah tatanan keteraturan hukum yang mendorong dan menjamin hak dan kewajiban dasar warga negara dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, baik dan buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara tergantung pada unsur-unsur berikut :
*      Visi berbangsa dan bernegara akan memberikan keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dipandu oleh struktur nilai, dan etika menjadi  good governance dalam hidup bernegara. Ia berdimensi pula bagaimana menjunjung kearifan lokal dalam kehidupan berbangsa untuk menye-laraskan kepada hukum positif.
*      Kepemimpinan nasional yang kuat menunjukkan program dan strategi budaya akan menjadi kunci penting dalam implementasi dan percepatan tindakan mencapai tujuan menjadi negara-bangsa untuk memperoleh kekuatan dalam dinamika kehidupan ekonomi, sosial dan politik.
*      Kearifan lokal menjadi seni kepemimpinan dalam mengarah-kan seluruh kekuatan mencapai tujuan dengan keragaman solusi karena adanya perbedaan pada kemampuan dan etnik dengan nilai-nilai dianutnya yang berhadapan dengan dinamika kelembagaan dalam kehidupan negara-bangsa. Budaya birokrasi yang mencerminkan kepatuhan terhadap peraturan tanpa mengorbankan tujuan menjadi kedisiplinan harus tercipta dari praktek  kepemimpinan nasional yang kuat.
*      Dinamika politik dalam kehidupan berbangsa menjadi pemicu dari perubahan kearah kehidupan ekonomi yang lebih baik dengan pertumbuhan distribusi pendapatan yang lebih merata dari hidup saling menghargai di dalam negeri dan  dihormati dalam pergaulan internasional.
*      Hukum sebagai social engineering berada dimuka untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Penegakkan hukum yang selaras dengan hukum agama dan hukum adat akan memberikan rasa keadilan yang dapat meredam konflik horizontal  dan vertikal.
Pilihan publik yang mungkin tersedia pada setiap negara tentu akan berbeda. Pilihan publik yang diambil akan mencerminkan bagaimana kedewasaan kehidupan berpolitik warga negara dan politisinya dalam menetapkan pilihan pembangunan ekonomi.

Pilihan publik apapun yang diambil ia harus melewati ‘pintu kevakuman dilematis dalam mekanisme kehidupan politik bagi suatu negara yang sedang dalam pertumbuhan hidup ber-demokrasi. Jika tiga jenis kekuasaan menjadi format pembentuk pertimbangan telah terbentuk dan pendekatan yang dianggap cocok telah ditetapkan untuk memecahkan kebekuan dilematis, maka pembuatan putusan publik berdasarkan tahapan prak-tikalnya dapat dilakukan.  Gambar berikut menunjukan kompleksitas masalah yang dihadapi. Putusan politik dapat dilakukan, jika memang ingin menjalankan pertumbuhan ekonomi yang sepantasnya.

Gambar 1:          KEVAKUMAN DILEMATIS DALAM MEKANISME  KEHIDUPAN POLITIK  






KEVAKUMAN DILEMATIS









Visi dan Misi berbangsa dan bernegara telah ditetapkan dalam UUD’45




Mekanisme Kehidupan Politik





Kaderisasi int. Partai





Kepemimpinan Nasional





Budaya Berbangsa dan Bernegara





Kedaerahan dan Keterwakilan





Pembagian tugas & Hub. Kelembagaan







Implementasi Hukum


HARAPAN
Pilihan Publik
PEMILU
Penyelarasan hukum materialistik – Agama – Adat





Penegakkan dan Kepastian Hukum


Tujuan hidup berbangsa dan bernegara

Arah Kebijakan


Perlindungan Hukum dan Rasa aman Warga Negara





Implementasi Ekonomi





Kerangka Dasar





Struktur Ekonomi





Cara Kerja






Pendidikan – Budaya - Agama
Mukadimah dan pasal 27-33-34 UUD’45





Ketertinggalan Pengetahuan





Lifeskill





Etika dan Governance





Kesadaran hidup seimbang





Keutuhan Wilayah Negara





Pertahanan - Keamanan


DINAMIKA PEMILU DAN ARAH KEKUATAN KEPARTAIAN
Walaupun visi berbangsa dan bernegara telah ditetapkan dalam konstitusi oleh para pendiri negara ini, tetapi dinamika politik sangat menentukan bagaimana harapan dan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara berjalan.
Perjalanan kehidupan politik sejak tahun 1945 hingga sekarang, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Periode 1945-59-65  Didominasi oleh implementasi idiologi politik. Kehidupan politik dimasa 1950-1959 berjalan dengan multipartai berakhir dengan dekrit presiden untuk kembali ke undang-undang dasar. Kemudian berlanjut dengan politik nasakom dan akhirnya tumbang dengan turunnya Soekarno dari jabatan kepresidenan.  
Periode 1972- 97     Diawali dengan pemulihan kehidupan politik pada masa 1966-1971. Pinjaman dari lembaga internasional yang mulai masuk pada tahun 1970 memberikan perbaikan kehidupan ekonomi bagi rakyat.  Jumlah partai disederhanakan hanya menjadi 3, tetapi pada periode ini tumbuh perasaan bahwa hak politik dikebiri, krisis moneter yang menghinggapi Indonesia 1997-1998 memicu kejatuhan Soeharto dan berujung pada agenda reformasi.
Periode 1998-2008  Dinamika reformasi, ditandai oleh krisis moneter yang menjadi krisis multi dimensi. Proses demokratisasi diagendakan, kekua-saan eksekutif dengan kabinet presidensial bergerak menjadi kabinet kuasi parlementer yang diwarnai dengan dinamika politik multi-partai.  Pemilu legislatif 2009 dengan pemilihan langsung dengan jumlah 44 partai melemahkan konsolidasi kekuatan politik.

            Senyampang pemilu legislatif belum usai, terjadi arus besar pembiaranistilah editorial Media Indonesia – para elit politik partai sibuk mengemudikan kemana arah kekuatan kepartaian berjalan hanya untuk satu arah koalisi, dengan alasan agar kendala dalam hubungan kelembagaan antara pemerintah dan parlemen dapat mendorong meknisme kerja yang lebih. Dalam proses koalisi untuk menyongsong pemilu presiden, banyak kejadian yang memancing pendapat rakyat banyak bahwa elit politik hanya haus dengan kekuasaan dan tidak peduli dengan kesulitan rakyat yang kesemua itu disampaikan dengan jargon demi kepentingan bangsa dan negara. 
Dalam keadaan demikian sangat sering ditunjukkan terjadinya pendangkalan atas pemahaman persoalan bangsa dan negara.  Tidak terlihat adanya program yang jelas bagaimana berbagai masalah yang dihadapi akan diselesaikan. Para politisi menyampaikan segala aspirasi, dan rakyat menanyakan dengan segala aspirasi, tidak terlihat ada suatu konsep dengan program yang akan dijalankan ditengah-tengah krisis ekonomi dunia sekarang ini.
Selama lebih dari 10 tahun, reformasi berjalan lambat dibandingkan dengan harapan. Konsensus politik akan menjadi faktor penting yang akan membawa perubahan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Sementara itu, secara kelembagaan sedang terjadi transisi pada kekuasaan eksekutif; legistatif dan yudikatif berhadapan dengan tantangan perpecahan di tubuh parlemen dan kepartaian. Memandang keadaan ini dengan harap-harap cemas, nampaknya perubahan bagi masa depan sangat sulit untuk dirumuskan.

PEREKONOMIAN NASIONAL MENURUT PASAL 33
Rancang-bangun seperti kerangka dasar; struktur ekonomi dan cara kerja yang bagaimana yang dimaksud dalam pasal 33 masih menimbulkan pertanyaan besar ditengah-tengah teori ekonomi sedang menghadapi ujian berat. Ekonomi kapitalis yang sedang mengalami kejatuhan pada industri keuangan. Sedang ekonomi komunis tumbang karena terjebak pada produksi dan distribusi massal semata. Sementara itu ekonomi kerakyatan atau ekonomi syariat belum terakumulasi menjadi teori yang utuh untuk diimplementasikan.1
Perekonomian nasional menurut pasal 33 undang-undang dasar ’45 belum dapat dilaksanakan karena belum ada rujukan untuk digunakan sehingga tidak jelas ditingkat praktikal. Bahkan Soekarno sendiri hanya mengatakan pokoknya anti kapitalisme dan anti komunisme.2
Perjalanan ekonomi pada periode 1945-59-65 secara umum tidak terbangun. Pada masa ini terjadi 2 kali sanering, pertama pada awal tahun 1950an, kemudian pada tahun 1965 nilai uang Rp 1.000,00 dipotong menjadi Rp 1,00. Pada periode 1972-1997 pembangunan ekonomi dijalankan yang ditopang pinjaman lunak mulai masuk pada tahun 1970 memberikan perbaikan kehidupan ekonomi bagi rakyat. Deregulasi sektor riil pada tahun 1982 dilanjut dengan deregulasi perbankan tahun 1987. Deregulasi perbankan yang terlalu longgar meng-hembuskan era konglomerasi, akhirnya menjadi penyebab krisis moneter yang berujung pada agenda reformasi. Sejak tahun 1998 hingga sekarang terjadi dinamika reformasi yang ditandai oleh krisis moneter yang menjadi krisis multi dimensi. Segala sesuatu didemokratisasi akhirnya kebanyakan sektor diliberalisasi.
Walaupun seluruh peraturan perundangan mengacu pada pasal 33, tetapi dalam praktiknya, hingga kini kita tidak dapat menemukan rancang-bangun seperti kerangka dasar; struktur ekonomi dan cara kerja ekonomi yang khas menurut pasal 33. Lebih lanjut, dapat dikatakan karena tidak ada demarkasi yang jelas. Reformasi hingga kini tidak mampu menjawab kondisi kemiskinan yang sudah menjadi kultural. Jadi harus ada perubahan radikal sampai menyentuh perilaku hidup keseharian.3 Obama menggunakan istilah balanced economy untuk pemulihan economy negaranya. Sebenarnya tujuan ekonomi dan tujuan pembentukan negara bersifat universal yaitu kesejahteraan manusia. Kita tidak akan pernah menemukan yang berbeda dengan tujuan universal itu di negara manapun di dunia ini.4
Sebagaimana dimaklumi bahwa pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bermuatan tujuan kehidupan ekonomi yang harus dibangun berlandaskan pada asas kekeluargaan.  Pasal 33 menginginkan keberpihakan kepada rakyat banyak, namun untuk melaksanakannya membutuhkan :
·         cara kerja yang tidak sederhana  di tengah-tengah kehidupan ekonomi dunia yang berpuluh-puluh abad dibangun dengan kekuatan-kekuatan hukum pasar;
·          political will yang kuat agar negara dapat memiliki kebijakan ekonomi dengan kerangka dasar dan struktur ekonomi yang ingin dicapai dalam jangka panjang.
Untuk membuat rancang-bangun ekonomi Indonesia menurut tujuan pada pasal 33, diperlukan pemahaman dan pendalaman tersendiri karena pasal tersebut bersifat umum dan mengandung pengertian yang luas5. Selama tahun 2001 hingga 2003, pembahasan draft amandemen pasal 33 yang sangat panjang menghasilkan kesepakatan untuk mengubah tatanan ekonomi orde baru. Lalu kita bisa melihat apakah amandemen pasal 33 itu sudah memuaskan?6  Pelaksanaan konsep ekonomi kerakyatan harus melihat kondisi yang berkembang di masyarakat.7 Untuk dapat diterapkan dibutuhkan konsensus untuk merumuskan dan mendefinisikannya.
Tatanan kehidupan ekonomi harus diatur secara kelembagaan (konstitusional) yang memenuhi ketujuh prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dengan pengaturan yang ditetapkan dalam undang-undang. Apakah Indonesia mempunyai undang-undang ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 pasal 33 diatas? Harus ada telaah yang terkandung  dalam pasal 33 dengan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan implementasi ekonomi pasal 33.8 Namun hal ini  berhadapan dengan kenyataan bahwa hukum Indonesia adalah warisan kolonial yang mendukung elit-elit pribumi. Belanda menggunakan timur asing atau China sebagai pelaku ekonomi dan sekarang diteruskan. Jika pasal 33 ingin dilaksanakan maka harus ada penyelarasan  hukum yang belum diubah, tapi persoalannya adalah kita tidak biasa membaca sejarah dan tidak mempunyai visi masa depan.9           
Rancang-bangun ekonomi negara yang diinginkan sebagai pilihan telah diambil oleh pembuat undang-undang dasar. Pemahaman yang mendalam baik secara teoritis; operasional  maupun kelembagaan dibutuhkan untuk dijadikan pranata hukum yang menjadi dasar dan jaminan bahwa tujuan filosofis berupa kesejahteraan manusia dapat diwujudkan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Sementara itu kita menyadari bahwa sepanjang sejarah ekonomi, tujuan itu tetap saja menjadi tantangan setiap negara di dunia sepanjang jaman.
Ekonomi Indonesia pada abad 21 akan menghadapi tantangan yang cukup berat yang disebabkan oleh:

*      Ketergantungan ekonomi pada pasar global seperti pengaruh fluktuasi harga minyak bumi dan pengaruh rejim devisa bebas dengan besarnya tekanan pada cadangan devisa dan Rupiah dari sektor jasa-jasa dalam perdagangan luar negeri;

*      Kerusakan lingkungan yang parah akibat pembalakan hutan, kelemahan dalam mengendalikan tata ruang; pertumbuhan rumah-rumah kaca dan transportasi; pengurangan lahan pertanian serta menurunnya minat  masyarakat (generasi muda) untuk bertani akibat margin yang rendah dan tidak menjadi portfolio investasi yang kredibel.      

Disamping itu, situasi cenderung menjadi faktor peng-hambat pertumbuhan ekonomi karena:

*      Kesenjangan praktik pendidikan, budaya dan agama serta tidak diarahkan untuk membangun generasi yang memiliki lifeskill dengan budaya kerja berakhlaq agama;

*      Tidak ada penyelarasan antar peraturan perundang-undangan yang hampir keseluruhannya bersifat lexspesialis dan tidak ada penyelarasan hukum materialistik - adat – agama; serta

*      Kehidupan politik tidak melahirkan kepemimpinan nasional yang kuat yang diperlukan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam perspektif ekonomi, visi-misi berbangsa dan bernegara sekarang ini adalah memecahkan persoalan dua unsur kerawanan sosial berikut :
*      Keberhasilan mengelola transisi demokrasi untuk menghasilkan kekuatan sebagai landasan dasar kehendak politik menuju perubahan yang lebih baik dalam suasana yang sangat dinamis, yang berhadapan dengan:
*      Penurunana kemampuan bertahan pada sektor riil dan Kondisi sosial ekonomi dimana sekitar 43 juta usia aktif berada pada unemployment dan underemployment yang mencapai 40% angkatan kerja dengan 38,6 juta berada dibawah garis kemiskinan.  
    Tabel 1 :   SOCIAL INDICATORS

2003
2004
2005
2006
2007
2008
Population, million
215
218
220
223
227
230
Labour force, million
103
105
105
106
109
Na
Unemployment rate, %
9,7
9,9
11,2
10,3
9,1
9,4
Unemployment + underemployment rate, %
22
23
24
37
40
Na
Population under poverty line, %
17
17
16
18
17
Na
                                                         Sumber: StanChart bank, Indonesia – growth deceleration, 26 nov 2008
Dalam suasana ekonomi Indonesia seperti itu, bagi orang-orang yang memiliki kesadaran mencoba menilik kembali semua kejadian yang berhubungan dengan persoalan idiologi ekonomi negara setelah kejatuhan etatisme Uni Sovyet dan kejatuhan pasar keuangan Amerika yang menjadi jantungnya ekonomi kapitalisme. Lalu melihat adakah kemungkinan pasal 33 menjawab krisis.  Karena dalam kenyataannya - paling tidak selama hampir 40 tahun sejak jatuhnya Soekarno dari kepresidenan - perekonomian nasional dibangun diatas konsepsi ekonomi konvensional (kapitalis). 
Persoalan bagaimana menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat banyak yang diciptakan oleh ketimpangan-ketimpangan pertumbuhan ekonomi seperti persoalan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan sumber daya alam; penguasaan cabang produksi, harapan dan kenyataan  demokrasi ekonomi yang dituangkan dalam ayat 4 pasal 33 masih merupakan  jalan panjang. 
Bagaimana masalah akan disiasati dalam segala macam keterbatasan? Dibutuhkan kesadaran menjadi kecerdasan. Ada gagasan dan langkah nyata yang dapat dikembangkan. Ada dua cara untuk melaksanakannya, yaitu:
*      Melalui kebijakan ekonomi. Pertanyaannya adalah: mungkinkah Indonesia mempunyai kepemimpinan nasional yang kuat untuk mendobrak kebekuan dilematis hidup berbangsa dan bernegara
*      Melalui kolaborasi massal dengan menyatukan semua kekuatan yang ada di grassroot, namun hasilnya tidak akan signifikan untuk memecahkan masalah ekonomi negara. Kesemuanya itu terserah kepada kita. Mungkinkah pasal 33 menjawab krisis.
KEBUTUHAN KONSEPSI EKONOMI PASAL 33
Kebijakan ekonomi Negara dibuat berdasarkan pilihan-pilihan. Konsepsi yang dikembangkan dilandasi pada kondisi sumber daya ekonomi yang ada, sedangkan pengalaman ekonomi negara-negara lain dapat dijadikan komparasi dan rujukan.

Ekonomi liberal ala Amerika Serikat menjadi perhatian dan rujukan di seluruh dunia. Namun dengan krisis industri perbankannya, sekarang ini terjadi hujatan terhadap ekonomi kapitalis setelah terjadinya krisis industri perbankan yang berakibat krisis global.  Pada sisi lain, walaupun negara-negara Amerika Latin memberikan gambaran pemulihan ekonomi yang cukup bagus, tapi  belum menunjukan sistemnya yang dapat dijadikan alternatif lain, mengingat belum teruji dalam waktu yang cukup lama. Sementara itu, Eropa timur dan China diam-diam mengadopsi ekonomi liberal.10  Perusahaan-perusahaan di China banyak juga dimiliki orang-orang Taiwan, Jepang, Korea, Amerika dan Eropa, jadi di negara yang dianggap komunispun telah terjadi liberalisasi. Dan sejak tahun 1995 produk China mulai membanjiri pasar dunia.11 Oleh karena itu, dalam merumuskan ekonomi kerakyatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 harus ada paradigma baru untuk menjawab perubahan geopolitik yang mempengaruhi tata ekonomi dunia yang tidak terjebak pada dogmatisme sempit karena dunia semakin global dan yang dilihat adalah tingkat akseptabilitas di pasar global, karena ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari kepentingan global atau perdagangan internasional. 12
Dalam rancang-bangun ekonomi menurut pasal 33 perlu ditentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahap-tahap implementasi. Di Negara-negara Eropa ada optimalisasi pajak untuk social security13.  Contoh ‘wellfair-state’ bisa dijadikan referensi dalam kerangka kesejahteraan rakyat dengan social security system, kemudian setelah implementasi social security yang cukup panjang kemudian berlanjut menjadi social insurance seperti yang terjadi di Inggris.14
Sebagaimana dalam undang-undang dasar setiap negara, bagi ilmu ekonomi apapun tujuannya selalu bersifat universal yaitu kesejahteraan rakyat umat manusia. Persaingan idiology saat ini sudah tidak relevan lagi.15 Mengapa? Karena apa yang dipandang sebagai idiologi ekonomi yang pada masa 1940an hingga tahun 2009  membuktikan hanyalah sebagai pilihan kebijakan ekonomi, setelah ekonomi komunal jatuh ditandai rubahnya tembok Berlin di tahun 1980 an dan ekonomi kapitalis rubuh dengan jatuhnya industri keuangan Amerika Serikat diakhir 2008. Sementara itu ekonomi kerakyatan dan ekonomi syariat masih menghadapi jalan panjang untuk merumuskan sebagai teori yang utuh untuk dapat diimplementasikan.

Melihat kembali perjalanan Indonesia selama 64 tahun, dalam praktiknya, pengelolaan sumber daya ekonomi dan faktor pendorong pertumbuhan tidak berjalan sebagaimana dikehendaki, karena faktanya:
*      Tidak ada integrasi antar industri;
*      Membuka liberalisasi hanya mengejar pertumbuhan;
*      Liberalisasi tanpa rencana pertumbuhan ekonomi, sekarang dipertanyakan oleh banyak orang, bagi siapa liberlisasi itu?
*      Industri pertanian dan hasil laut dipandang hanya memiliki nilai keekonomian rendah.  Kebijakan subsidi dimanapun tidak menyelesaikan masalah bagi banyak petani.
*      Eksploitasi sumber daya alam tidak dikuasai oleh kemam-puan dalam negeri;
*      Pemerintah tidak secara sungguh-sungguh melakukan pemulihan kerusakan hutan dan eko sistem/ konservasi;
*      Konflik pengelolaan kepemilikan dan penguasaan sumber daya alam berlandaskan pada peraturan dan perundangan masing-masing sektor yang bersifat lexspesialis menjadi persoalan pelik diselesaikan;
*      Perekonomian belum disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bentuk usaha koperasi yang dipandang cocok, tidak berkembang menjadi soko guru ekonomi; ia terlalu sentralistik, statik dan miskin konsep pengelolaan pengembangan usaha.
Visi berbangsa dan bernegara sesungguhnya haruslah menggambarkan cara yang akan ditempuh mencapai keinginan untuk memiliki rancang-bangun ekonomi negara tertuang dalam undang-undang dasar 1945. Yang dibutuhkan adalah konsepsi dengan program yang jelas yang harus dijalankan dengan konsisten oleh penguasa ‘antar-waktu’ hasil pemilu.
VISI UNTUK BERUBAH                             
Banyak politisi berkata bahwa mereka punya visi. Ini kata-kata manis, cocok untuk kutipan menarik pada berita sore dan dapat mensejajarkan mereka dengan orang-orang seperti Martin Luther King. Tetapi, nyatanya visi mereka sering hanya hiasan verbal dan sesumbar semantik belaka. Visi membutuhkan keberanian, karena semua elemen perangkat yang menjadi bagian dari sistem politik dan ekonomi harus dilihat dari cara pandang baru dan mungkin menjadi sasaran beberapa pertanyaan berat.16
            Untuk berubah dan maju, harus ada visi yang dinyatakan di semua tingkat, tingkat strategi dan kebijakan pemerintah, tentang bagaimana menangani rakyat dan pemerintah lain. Siapapun yang dibebani tugas pelaksanaan visi tidak boleh mempunyai rahasia apapun. Harus terbuka dan transparan. Harus mengajar semua segmen masyarakat tentang apa yang bisa dan mereka harus merealisasikan visi menjadi kenyataan dan mengapa mereka harus melakukannya. 17
            Visi tidak boleh hanya berupa kumpulan kata-kata dan aspirasi. Visi harus berisi tujuan-tujuan praktis dan jelas serta bisa dicapai. Hanya dengan komitmen jangka panjang visi akan berhasil. Maka visioner pemerintah dibutuhkan, yaitu pendekatan yang bisa melihat jauh kedepan, yang lebih jauh dari sekedar putaran pimilihan berikutnya. 18      


                                                --------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar