Sabtu, 05 April 2014

Pengantar Jusuf Kurnia

Pengantar
Menggagas kemandirian ekonomi Indonesia ditengah-tengah berbagai kesulitan yang dihadapi tentulah dianggap orang sebagai mimpi disiang bolong.  Apalagi jika gagasan itu dihubungkan dengan penciptaan lapangan kerja yang sekaligus harus merupakan jalan bagi distribusi pendapatan yang lebih baik dan mampu tumbuh dengan stabil serta mengandung kesinambungan. Akan tetapi itulah yang diharapkan rakyat kebanyakan kepada pemerintahnya. Dan pemerintahpun menja-wabnya dengan jargon-jargon propoor atau progrowth dan seterusnya. Begitu pula, akan dipandang naif bagi orang-orang yang membayangkan tatanan kehidupan ekonomi kerakyatan sebagaimana diamanahkan konstitusi, karena kehidupan eko-nomi sekarang bergerak kearah yang berbeda dengan atribut yang sama.
Jika ada gagasan yang akan membawa harapan kearah itu, masalahnya bagaimana gagasan itu akan diwujudkan - suatu pertanyaan yang besar - membuat respon skeptis bukan hanya dari para pembuat kebijakan ekonomi dari penyelenggara negara akan tetapi juga dari kebanyakan rakyat. Harapan pendiri negara dan rakyat nampaknya hanya menjadi alat retorika politik yang berbeda dengan persoalan kehidupan sehari-hari yang dihadapi oleh banyak rakyat jelata. Begitulah suasana yang ada sekarang.
Judul buku ‘Mencari Gagasan Kemandirian Ekonomi – Mampukah pasal 33 menjawab krisis’ adalah pertanyaan kepada setiap orang Indonesia untuk melihat dan menata kembali kehidupan ekonomi dengan segala beban berat dari segala segi, seperti:
·         Pengambilan pilihan dari berbagai gagasan yang sesuai dengan kemampuan dan kebiasaan menurut struktur nilai budaya pada masing-masing daerah dengan prioritasisasi yang jelas dalam menentukan arah ekonomi kedepan;
·         Perumusan kebijakan dan rencana pertumbuhan ekonomi;
·         Penyiapan serangkaian peraturan perundangan yang dihasilkan dari penyederhanaan semua bentuk perijinan, peraturan dan perundang-undangan yang mengandung keadilan dalam memberikan kesempatan dan akses ‘yang sama’ terhadap sumber daya ekonomi  bagi setiap lapisan masyarakat yang hanya bisa timbul dari spirit keberpihakan kepada rakyat banyak pada kehidupan ekonomi yang terbentuk dengan persaingan pada mekanisme pasar yang berlaku;
·         Langkah-langkah yang diperlukan dalam menjalankan tahap-tahap pelaksanaan dengan perubahan peran pemerintah dan hubungan kelembagaan yang berbeda dari apa yang berlaku guna memberikan saluran-saluran baru dalam mengarahkan kegiatan ekonomi kedepan dengan tetap memperhatikan dinamika kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada pada kesenjangan antar daerah; antar kelompok masyarakat dan antara negara Indonesia dengan negara lain dalam perdagangan internasional.  
Tanpa memperhatikan itu semua, kita tidak akan pernah mendekati tujuan bernegara dan berbangsa untuk mengeliminir kesenjangan yang disadari sejak negara ini dideklarasikan dan tidak akan pernah menjadi bangsa yang memiliki kemandirian ekonomi walaupun negara ini memiliki kekayaan sumber daya alam dan negara pertanian 12 besar negara dunia.
Jika kita menilik kembali perjalanan kehidupan ekonomi Indonesia, kita akan segara berkesimpulan bahwa bukan pada ‘entah apa yang salah’ tetapi memang kita belum merumuskan dan mengimplementasikan konsep-konsep ekonomi kerakyatan yang dikehendaki itu, tahap demi tahap secara taat-asas yang menumbuhkan rasa kepercayaan pada setiap orang Indonesia apapun profesi dan jabatannya dengan nasib kehidupan ekonomi yang menimpanya.
Sejalan dengan itu, gagasan yang dikembangkan adalah mencakup pokok-pokok (i) Sembilan langkah menuju ekonomi pasal 33 dan implementasinya yang berbasis pada kemampuan, struktur nilai yang hidup dalam sub-sub budaya yang ada; (ii) Tujuh gagasan kemandirian ekonomi dan bagaimana demokrasi ekonomi akan ditempuh; (iii) Membangun ekonomi hijau berbasis kerakyatan sebagai pilar ekonomi kedua dari pilar ekonomi yang berlaku, dan memulainya dengan mengubah kerusakan hutan menjadi hutan produktif; membangun daur ulang limbah; mengubah proporsi konsumsi bbm dengan bioethanol hingga pada produksi serta distribusi pangan organik menjadi suatu siklus yang utuh.
Mengingat luasnya masalah bahasan, kami haus dengan segala kritik. Komentar  penyempurnaan dan pemerkayaan buku ini dapat disampaikan melalui facebook/ Blog Fordisk 33. Terimakasih kepada semua kontributor sehingga terselesaikan-nya buku edisi pertama ini.

Bandung, 17 Agustus 2009

Jusuf Kurnia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar